Pilgub Lampung, Pertarungan Dua Generasi, Milenial dan Boomers

Posted by : Admin  Kamis, 26 September 2024  View:1332

Pilgub Lampung, Pertarungan Dua Generasi, Milenial dan Boomers

Penulis: Dr. H. Andi Surya
Akademisi UMITRA (Universitas Mitra Indonesia), Bandar Lampung

Dua pasangan calon gubernur-wakil gubernur di Pilkada Lampung 2024 dapat diumpamakan mewakili dua generasi berbeda. Pasangan Rahmat Mirzani Djausal-Jihan Nurlela (Mirza-Jihan) dianggap mewakili generasi milenial. Usia keduanya berkisar 30-40 tahun yang merasakan transisi era internet. Sementara pasangan Arinal Djunaidi-Sutono (Arinal-Sutono) merepresentasikan generasi boomers, yang berusia di atas 50 tahun. (Kompas, 23/09/2024).

Fakta di atas adalah momen perkembangan dalam dinamika demokrasi di Lampung, yang menghadirkan Pilgub dengan dua pasang calon yang berbeda generasi. Perbedaan generasi dalam Pilgub kali ini, rakyat Lampung akan disuguhkan visi misi yang tentunya juga berbeda perspektif dalam merencanakan pembangunan masa depan Lampung.

Transaksional vs Rasionalitas
Ada banyak pengharapan positif terhadap pemilih Lampung, tidak hanya menepiskan skeptisisme terhadap kualitas pemilih sebagai akibat politik transaksional yang marak, sekurang-kurangnya tiga periode pemilu sebelumnya. Namun di balik itu kemungkinan tumbuhnya rasionalitas pemilih, diramalkan akan tumbuh signifikan saat pemilihan gubernur mendatang, karena rakyat merasakan pengalaman positif atau negatif atas berlangsungnya kualitas pemerintahan Provinsi dalam dua dekade ini, meski untuk ini harus melakukan survey lebih dahulu.

Namun bisa jadi, pemilihan gubernur menjadi fokus pemilih untuk menentukan sikap rasional memilih, karena akan memilih sosok-sosok figur Pilgub, yang melalui kebijakannya menentukan kualitas hidup ke depan. Berbeda dengan pemilihan calon legislatif yang baru lalu, diwarnai politik transaksional yang pekat dan cenderung terjadi kecurangan TSM (terstruktur, sistematis dan masif). Bagi rakyat pemilih, Pilgub lebih penting karena berhubungan langsung dengan hajat hidup rakyat melalui kebijakan pembangunan daerah.

Maka, pada Pilgub Lampung mendatang, kemungkinan terjadi tarik menarik yang kuat antara sikap politik transaksional versus sikap rasionalitas dalam memilih. Namun dapat diyakini, pemilih Lampung telah banyak belajar, tentang makna demokrasi dalam pilkada, maka kemungkinan besar sikap rasional, dengan parameter program kerja, akan menjadi acuan utama dalam memilih, karena dengan kualitas program kerja calon pilgub, pemilih Lampung dapat melihat sisi positif dari calon pemimpin berkait nasib dan kesejahteraan di masa yang akan datang.

Kita ketahui, telah sekian banyak sosok Gubernur dan wakil gubernur berganti dalam tiga periode belakangan ini. Perpindahan kepemimpinan Lampung dari satu tokoh ke tokoh lainnya, dari generasi `baby boomers` hingga milenial, dari Gubernur Syahcroeddin, Ridho Ficardo hingga Arinal Djunaidi sudah pernah dialami Rakyat Lampung.

Apakah dalam masa kepemimpinan mereka tersebut, Lampung secara kualitas lebih maju atau sebaliknya. Tentu fakta-fakta tersebut ada dalam angka-angka yang tersimpan di Biro Pusat Statistik Nasional dan daerah. Sulit bagi kita utk memberi penilaian, karena sektor pembangunan yang difokus masing-masing periode gubernur tersebut tentu berbeda dengan yang dirasakan oleh masyarakat Lampung secara subjektif.

Netralitas Oligarki Lampung
Mengamati perkembangan Pilgub saat ini, ada yang menarik. Pertarungan Pilgub 2024 kali ini, kelihatannya berbeda dengan pertarungan di dua periode sebelumnya. Kita ketahui, dalam dua periode pilgub sebelumnya, dengan kasat mata rakyat Lampung disuguhkan oleh keberpihakan oligarki, yaitu salah satu konglomerasi Lampung yang secara vulgar, ikut dalam proses pemenangan salah satu pasangan calon pilgub.

Keberpihakan oligarki konglomerasi Lampung dengan segenap artifisial fasilitas yang disiapkan kepada jagoannya, tentu memberi arah yang kuat terhadap keterpilihan calon. Rakyat bisa merasakan begitu gamblangnya seorang pemimpin perusahaan konglomerasi merayakan kemenangan calonnya di ranah publik, padahal keberpihakan tersebut seharusnya terjadi secara `silent` dan tidak perlu ikut merayakan secara vulgar karena menyangkut etika, hukum dan norma demokrasi.

Namun kali ini kemungkinan, keberpihakan secara vulgar dari salah satu konglomerasi Lampung belum terlihat sinyal kuatnya, dan kita berharap mudah-mudahan pemimpin perusahaan konglomerasi tersebut, dapat menahan diri untuk tidak terlibat dalam pilgub kali ini, baik secara silent maupun terbuka. Ini bisa terjadi jika ada pesan-pesan dari kekuatan politik nasional untuk memasung konglomerasi daerah agar bersikap adil dan netral tidak ikut-ikutan dalam politik Pilkada.

Jika kecenderungan di atas menjadi fakta, maka berefek pada berkurangnya kemungkinan politik transaksional di dalam proses Pilgub, oleh karenanya rakyat Lampung bisa memilih secara rasional karena tidak teriming-iming atau terpengaruh transaksi materi atau janji dalam memilih calon gubernur.

Pengaruh Figur Politik
Di samping itu, dalam Pilkada khususnya di Lampung, tentu tarik menarik kecenderungan pemilih tidak hanya dari sektor politik transaksional dan rasionalitas dalam keunggulan program kerja, namun faktor figur politik lain yang cukup terkenal namun tidak beruntung untuk ikut dalam kontestasi Pilgub kali ini juga sangat bisa mempengaruhi.

Faktor figur seperti; Herman HN, Ridho Ficardo, Umar Ahmad dan Ahmad Muslimin, sesungguhnya memiliki pengaruh dalam menggiring suara. Tentu ada pemilih yang kecewa karena figur-figur ini tidak dapat mencalonkan diri. Oleh karenanya pemilih ini tentu menunggu kompas dan arah yang ditunjukkan oleh figur dukungan mereka. Ini adalah segmen suara yang cukup seksi untuk digarap, sehingga berpotensi mendapat tambahan darah segar suara keterpilihan mendatang.

Maka, alangkah tepat jika para calon Pilgub Lampung saat ini, mendekati dan menjalin hubungan dengan figur-figur di atas, dan itu sudah dilakukan Mirza-Jihan di mana Herman HN yang telah pengalaman dua kali `nyagub` secara tegas mempublikasi dukungannya kepada calon dari generasi milenial ini. Peluang selanjutnya adalah bagaimana para calon mampu menjalin keakraban dengan Ridho Ficardo, Umar Ahmad dan Ahmad Muslimin, karena ketiga tokoh ini relatif belum menentukan isyarat dukungannya kepada salah satu peserta Pilgub.

Bagaimanapun faktor Ridho Ficardo yang pernah menjabat gubernur dan kembali mencalonkan diri di periode berikutnya, faktor Umar Ahmad yang telah mengkonsolidasi tim pemenangan Pilgub 2024 namun tidak jadi nyagub, dan faktor Ahmad Muslimin yang telah mempersiapkan calon independen namun tidak lolos seleksi KPU, memiliki segmen pemilih tersendiri yang cukup potensial untuk didekati para calon gubernur.

Visi Milenial vs Boomers
Dua generasi kali ini bertarung visi, yaitu visi babyboomers (Arinal - Sutono) versus visi milenial (Mirza-Jihan). Menarik untuk mengamati, karena dapat dipastikan visi misi kedua pasangan calon ini akan sangat berbeda dalam perspektif membangun Lampung.

Satu sisi, sang generasi boomers memiliki rekam jejak yang kuat dalam pengalaman secara birokrasi, Arinal Djunaidi dan Sutono masing-masing pernah menduduki jabatan tinggi dalam struktur birokrasi pemerintah provinsi Lampung yaitu sebagai Sekretaris Daerah, bahkan Arinal Djunaidi adalah incumbent Gubernur Lampung saat ini meski telah diganti dengan Pj. Gubernur.

Sementara sang generasi milenial, Mirza-Jihan, adalah anak-anak muda yang relatif cukup sarat pengalaman dalam politik. Mirza Ketua Parpol dan anggota DPRD Lampung dan Jihan pengalaman dalam ranah politik nasional sebagai anggota DPD RI. Ini merupakan modal utama untuk mereprentasikan visi misi membangun Lampung masa depan.

Pasangan generasi Boomers, Arinal - Sutono, merancang visi `Membangun Masyarakat Adil Makmur, Lestari dan Berkeadaban`, sementara pasangan milenial, Mirza - Jihan, bervisi `Bersama Lampung Menuju Indonesia Emas`. Kedua visi ini sangat heroik dan memberi harapan terhadap wajah bumi Lampung di masa depan.

Tetapi visi saja tidak cukup jika apa yang diimpikan tersebut tidak dilakukan dengan misi yang spesifik dan kuat. Kita ketahui kedua pasangan calon ini telah mempublikasi narasi misi kepada khalayak Lampung. Tentu misi itu sangat berkaitan dengan sektor-sektor pembangunan sehingga selama lima tahun ke depan mampu terukur kemajuannya. Dari mulai infrastruktur, pertanian, kesehatan, ekonomi, budaya, hingga pendidikan.

Namun perlu dikritisi, bahwa misi pembangunan tidak hanya menjangkau waktu jangka pendek namun juga jangka menengah dan panjang. Persoalannya apakah visi misi kedua pasangan calon ini telah mewakili harapan pembangunan masa depan Lampung.

Anak-anak muda yang ingin memetik Indonesia emas di masa depan, melalui visi milenial, tentu tidak cuma diberi kesempatan berusaha, modal dan iklim ekonomi yang kondusif menjadi pengusaha, tetapi juga bagaimana memberi wawasan dan pengetahuan untuk merekonstruksi pikiran dan keberanian dalam berusaha dengan segala resiko yang telah diperhitungkan secara rasional.

Demikian juga, visi generasi boomers membangun kemakmuran yang berkeadaban, tidak hanya menyediakan infrastruktur dan layanan kesehatan yang memadai, tetapi lebih dari itu adalah bagaimana mengisi jiwa dan pikiran generasi muda, dengan wawasan dan pengetahuan, agar mampu tegak berdiri secara mandiri, menjadi profesional yang memberi kualitas hidup dan sekaligus adab yang baik di masa depan.

Rekonstruksi Kualitas SDM
Pada intinya, rakyat Lampung berharap, bukan hanya pembangunan fisik seperti infrastruktur jalan, kesehatan, ekonomi, dan hukum saja, namun lebih dari itu adalah bagaimana kedua pasangan milenial dan boomers ini dapat menjanjikan pertumbuhan kualitas SDM Lampung menjadi insan-insan bermutu di masa depan.

Semua itu dapat dilakukan jika rekonstruksi pembangunan SDM Lampung dilakukan, yaitu pembangunan fisik seiring dengan pembangunan non fisik, yakni pembangunan jiwa dan pikiran yang berwawasan pengetahuan, dan itu semua bermuara pada program pendidikan yang tepat dan benar, dari pendidikan dasar, menengah hingga perguruan tinggi. Dari segmen pendidikan formal, informal hingga nonformal, dari pelatihan kemahiran hingga transfer pengetahuan, untuk membentuk jiwa kemandirian guna meningkatkan profesionalitas diri.

Maka oleh karenanya, kita berharap siapapun yang terpilih nantinya, dapat memanfaatkan APBD yang terbatas tersebut, untuk membangun secara seimbang, baik fisik maupun psikis rakyat Lampung, menuju masyarakat Lampung yang berkecukupan secara materi maupun batiniah.